Showing posts with label Artikel Ilmiah. Show all posts
Showing posts with label Artikel Ilmiah. Show all posts

Tuesday, December 15, 2015

Studio Download dan PAPER PEMBENTUKAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA. Studio Musik

PEMBENTUKAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA
Oleh
Kholis Rahmat Riyadi

Abstrack
Maritime nations are countries which can take advantage of the sea , although the country may not have numerous marine , but has technology capability , science , equipment , and others to manage and using the sea , good the space and wealth its natural and its strategic location . Hence, many countries islands or the state of an island which is not or had not been maritime nations because they had not been can take advantage of the sea have been deployed in in his power . Indonesia memilliki potential very large as state maritime he should have many wide-ranging marine to be the shaft maritime the world. The policy taken to toward the creation of indonesia is the maritime the world based on hankam and economic diplomacy. To meet all the indonesia shall can solve the problems that inhibits be the shaft maritime the world among other: evil illegal fishing , not good use its geographic location , The smuggling of goods and the good

Keywords: shaft maritime , indonesia potency

Abstrak
Negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut, walaupun negara tersebut mungkin tidak punya banyak laut, tetapi mempunyai kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan, dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut, baik ruangnya maupun kekayaan alamnya dan letaknya yang strategis. Oleh karena itu, banyak negara kepulauan atau negara pulau yang tidak atau belum menjadi negara maritim karena belum mampu memanfaatkan laut yang sudah berada di dalam kekuasaannya. Indonesia yang memilliki potensi yang sangat besar sebagai negera maritim dengan mempunyai banyak laut yang luas untuk menjadi poros maritim dunia. Kebijakan yang diambil untuk menuju pembentukan Indonesia sebagai poros maritim dunia didasarkan pada hankam serta diplomasi ekonominya. Untuk memenuhi semua itu Indonesia haruslah dapat menyelesaikan masalah yang menghambat menjadi poros maritime dunia antara lain: Kejahatan illegal fishing, belum pandai memanfaatkan letak geografis Indonesia, Aktivitas penyelundupan baik barang maupun orang.


Kata Kunci: Poros Maritim, potensi Indonesia


Friday, June 12, 2015

Studio Download dan Paper tentang Permasalahan Sosial. Studio Musik

Studio Download dan Paper tentang Permasalahan Sosial. Studio Musik

�Pengaruh Permasalahan Sosial dan Lingkungan terhadap Stabilitas dan Dinamika Masyarakat Indonesia: Pengaruh modernisasi dan liberalisme terhadap kehidupan masyarakat muslim di Indonesia�
Oleh : Zaenul Stiyawan
Abstrak
Modernisasi di Indonesia adalah salah satu dampak dari arus globalisasi yang saat ini telah menyebar di seluruh dunia. Salah satu dampak negatifnya adalah masuknya berbagai paham ideologi yang kurang tepat dengan budaya indonesia, salah satunya adalah paham liberal yang saat ini secara tidak sadar telah banyak merongrong jati diri bangsa Indonesia. Indonesia adalah negara plural yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar didunia. Idealnya sebagai negara yang di dominasi oleh masyarakat muslim, akan menolak ideologi liberal yang menuntut kebebasan sebebas-bebasnya kepada setiap individu. Sebab muslim sangat menjunjung tingi nilai gotong royong dan kebersamaan. Bukti nyata pengaruh paham liberal adalah berkembangya jaringan islam liberal yang di Indonesia. Hal ini tentunya perlu dikaji lebih mendalam agar diketahui secara jelas pengaruh liberalisme di Indonesia terutama terhadap perkembangan Agama islam.
Kata kunci : modernisasi, liberalisme, Islam
abstract
Modernization inIndonesia is one of the effects of globalization, which has been spread around the world. One of the negative impacts is the inclusion of various understandings of ideology is less precise with Indonesian culture, one of which is liberalism that is now inadvertentlyundermined many Indonesiannational identity. Indonesia is a pluralistic countrywhich has the largest Muslim population in the world. Ideally, as the country is dominated by the Muslim community, will reject the liberalideology that demands freedom freely to each individual. Because Muslimsare very respecting the values ??of mutual cooperation and togetherness. The real proof is the influence ofthe liberal network berkembangya liberal Islamin Indonesia. This of course needs to be studied more in depth in order to know clearlythe influence of liberalism in Indonesia, especially on the development of the Islamic religion.

Keywords: modernization, liberalism, Islam


BAB 1
PENDAHULUAN
    A.   LATAR BELAKANG

Dewasa ini banyak permasalahan sosial yang timbul akibat modernisasi yang berkembang di Indonesia. Indonesia sebagai negara berkembang yang menuju kepada negara maju tentunya mengalami masa transisi dimana berbagai macam permasalahan muncul di tengah-tengah modernisasi tersebut. Salah satunya adalah masalah ketidaksiapan mental masyarakat Indonesia yang cenderung mengadopsi secara mentah budaya-budaya yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Salah satu permasalahan yang muncul akibat modernisasi adalah pengaruh paham liberal yang dibawa oleh orang-orang barat dan memengaruhi kehidupan masyarakat diberbagai bidang kehidupan. Masyarakat indonesia yang didominasi oleh penduduk muslim idealnya menolak masuknya paham liberal di Indonesia. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa untuk membendung pengaruh paham liberal bukanlah perkara yang mudah mengingat kemajuan teknologi yang luar biasa. Sebab demikian, masyarakat muslim di Indonesiapun tanpa disadari telah banyak menerapkan kebiasaan-kebiasaan paham liberal dalam kehidupan sehari-hari. Contoh : ketika lebaran, budaya saling berkunjung dan memberi makanan mulai luntur, justru kebanyakan masyarakat ketika lebaran bersaing untuk memamerkan baju atau perhiasan mereka. Itu artinya budaya bergotong royong dan kekeluargaan di Indonesia sudah mulai tergerus sedikit demi sedikit oleh liberalisasi yang terjadi di Indonesia. Yang terjadi saat ini masyarakat Muslim hanya bersaing dan bersaing untuk kesejahteraan masing-masing. Hal ini disebabkan kurangnya kesiapan mental masyarakat muslim terhadap paham baru yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini semakin hari tanpa disadari masyarakat muslim akan berkiblat pada paham liberal. Maka dari itulah disusun paper mengenai �Pengaruh Pengaruh liberalisme terhadap kehidupan masyarakat muslim di Indonesia�.

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MODERNISASI
Konsep modernisasi dalam arti khusus yang di sepakati teoritisi modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan dalam tiga cara : historis, relatif, dan analisis.
Menurut teori historis, modernisasi sama dengan westernisasi atau amerikanisasi. Eisenstadt mengatakan : � secara historis modernisasi adalah proses perubahan menuju tipe sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah maju di eropa barat dan amerika utara dari abad ke-17 hingga 19 dan kemudian menyebar ke negara eropa lain dan dari abad ke-19 dan ke-20 kenegara Amerika selatan sampai Asia.� Menurut pengertian relatif, modernisasi berarti upaya yang bertujuan untuk menyamai standar yang dianggap modern baik oleh rakyat banyak maupun elite penguasa. Definisi analisis lebih melukiskan masyarakat modern dengan maksud untuk ditanamkan dalam masyarakat tradisional atau pra-modern. (piotr Sztompka, Sosiologi perubahan sosial, 2007 hal : 152-153).
Modernisasi merupakan wujud dari proses perubahan sosial yang didalamnya membawa ideologi-ideologi modern termasuk ideologi liberal. Hal ini berkaitan dengan konsep dasar perubahan sosial yaitu : 
a. Perbedaan
b. Pada waktu berbeda 
c. Di antara sistem sosial yang sama
(piotr Sztompka, Sosiologi perubahan sosial, 2007 hal : 2)
Konsep dasar tersebut jika dikaitkan dengan modernisasi maka perbedaan antara zaman sekarang dan zaman lampau jelas menonjol terutama dibidang ilmu dan teknologi. Dengan adanya perbedaan ilmu dan teknologi maka akan mendorong terjadinya perubahan sosial. Selanjutnya pada waktu yang berbeda, artinya perubahan sosial tidak mungkin terjadi secara instan pada waktu yang sama. Lalu di antara sistem sosial yang sama artinya sistem sosial yang berlaku dimasyarakat tetap berlaku sama(peradaban yang sama).

B. AGAMA, MODERNITAS, LIBERALISME, DAN ISLAM 
Setiap analis tentang kaitan antara agama dan modernitas dilihat dari sudut pandang agama, cenderung bersifat apologis. Sikap apologis itu dalam urusan umum sering menempatkan agama tidak ada bedanyaseperti menmpatkan agama sebagai suatu alat untuk membenarkan semua perilaku kemodernan di satu pihak, atau bahkan di lain pihak menganggap agama sebagai �palu godam � untuk mengutuk apa saja yang berbau modern. Kedua sikap ini sangat merendahkan agama serta sekaligus memantulkan kesan ketidakberdayaan agama dalam menghadapi gelombang besar transformasi yang menyertai peradaban modern.dilihat dari perspektif islam terjadinya aliensi sebagai bagian dari modernitas sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan merupakan sesuatu yang wajar ( ishomuddin, pengantar sosiologi Agama, 2002, hal: 78).
Arus Modernitas juga membawa berbagai paham ideologi di dalamnya salah satunya paham Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Pada masa abbasiyyah, liberalisme juga muncul dinegara islam. Maka dari itu pastiya ada perbedaan, antara liberalisme di Indonesia dan pada masa abbasiyyah. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.
1. Pokok-pokok Liberalisme
Ada tiga hal yang mendasar dari Ideolog Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi yaitu:
Pertama, Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.  Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan � dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally).
Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)
Kedua, Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial. Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual). Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 � 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.
2. Dua Masa Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan.  Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing � yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan. Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
3. Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan Perkembangan Liberalisme Klasik
Tokoh yang memengaruhi paham Liberalisme Klasik cukup banyak � baik itu dari awal maupun sampai taraf perkembangannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pandangan yang relevan dari tokoh-tokoh terkait mengenai Liberalisme Klasik.
A. Martin Luther dalam Reformasi Agama
Gerakan Reformasi Gereja pada awalnya hanyalah serangkaian protes kaum bangsawan dan penguasa Jerman terhadap kekuasaan imperium Katolik Roma.  Pada saat itu keberadaan agama sangat mengekang individu. Tidak ada kebebasan, yang ada hanyalah dogma-dogma agama serta dominasi gereja. Pada perkembangan berikutnya, dominasi gereja dirasa sangat menyimpang dari otoritasnya semula.  Individu menjadi tidak berkembang, kerena mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh Gereja bahkan dalam mencari penemuan ilmu pengetahuan sekalipun. Kemudian timbullah kritik dari beberapa pihak � misalnya saja kritik oleh Marthin Luther; seperti : adanya komersialisasi agama dan ketergantungan umat terhadap para pemuka agama, sehingga menyebabkan manusia menjadi tidak berkembang; yang berdampak luas, sehingga pada puncaknya timbul sebuah reformasi gereja (1517) yang menyulut kebebasan dari para individu yang tadinya �terkekang�.
B. John Locke dan Hobbes; konsep State of Nature yang berbeda
Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan konsep negara alamaiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of Nature. Namun dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. Jika ditinjau dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda. Hobbes (1588 � 1679) berpandangan bahwa dalam ��State of Nature��, individu itu pada dasarnya jelek (egois) � sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru � suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa). 
Sedangkan John Locke (1632 � 1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti �membeli kucing dalam karung�. Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional. 
Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. Inti dari terbentuknya Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara menjadi terbatas � hanya sebagai �penjaga malam� atau hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik.
C. Adam Smith
Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mahzab ekonomi klasik merupakan dasar sistem ekonomi kapitalis. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, haluan pandangan yang mendasari seluruh pemikiran mahzab klasik mengenai masalah ekonomi dan politik bersumber pada falsafah tentang tata susunan masyarakat yang sebaiknya dan seyogyanya didasarkan atas hukum alam yang secara wajar berlaku dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pemikir ekonomi klasik adalah Adam Smith (1723-1790). Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan ekonomi yang sangat luas, oleh Sumitro Djojohadikusumo dirangkum menjadi tiga kelompok pemikiran. 
Pertama, haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari falsafah politik, kedua, perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan kekuatan-kekuatan yang manakah yang menentukan nilai dan harga barang. Ketiga, pola, sifat, dan arah kebijaksanaan negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat. Singkatnya, segala kekuatan ekonomi seharusnya diatur oleh kekuatan pasar dimana kedudukan manusia sebagai individulah yang diutamakan, begitu pula dalam politik.
4. Liberalisme di Indonesia dan pengaruhnya terhadap Islam di Indonesia
Banyak orang menyangka, Jaringan Islam liberal muncul belakangan ini akibat kemunculan kelompok-kelompok Islam fundamentalis di Indonesia. Buktinya, ketika pemerintah Orde Baru masih berkuasa, belum ada Jaringan Islam Liberal. Demikian pula dengan kelompok-kelompok Islam fundamentalis, pada waktu itu belum menjamur atau, katakanlah, belum muncul dan tersebar seperti sekarang ini.
Jika dicermati, anggapan itu, ternyata, tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya pula salah. Dalam sejarah, pemikiran Islam liberal, kalau istilah ini bisa dan boleh dipakai, selalu muncul sebagai reaksi atas kemunculan pemikiran Islam fundamentalis. Semakin menjamur kelompok-kelompok Islam fundamentalis, semakin kuat pula dorongan untuk mengorganisasikan jejaring Islam liberal.Menariknya, seolah-olah kemunculan Islam liberal di Indonesia terjadi setelah adanya persentuhan secara intens dengan Barat dan demokrasi yang ada di sana, sedangkan Islam fundamentalis muncul di Indonesia setelah terjadi persentuhan dengan Arab dan puritanisme di sana. Artinya, kemunculan masing-masing disebabkan oleh pengaruh yang datang dari luar, bukan dua hal yang murni dari Indonesia. 
Dalam satu resensi terhadap buku Wajah Liberal Islam Di Indonesia (Teater Utan Kayu dan Jaringan Islam Liberal, Jakarta, 2002), Daniel Lev, salah seorang pengamat Indonesia mengatakan, ada beberapa sebab di balik kemunculan pandangan Islam liberal di Indonesia di awal milenium kedua ini dan sulit untuk menjawab kenapa sekarang. Yang jelas, kemunculan yang dimaksud adalah hasil rangkaian panjang pergulatan pemikiran Islam di Indonesia. Sebab-sebab pendorong  kemunculan itu pun tergolong ke dalam �kebetulan-kebetulan sejarah� yang sulit untuk diprediksi.
Kordinator Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla, ketika diwawancarai Tempo terkait tulisan-tulisannya tentang wacana Islam liberal di media-media massa, mengakui, pemikiran dan kritiknya selama ini ditujukannya kepada kelompok-kelompok Islam radikal di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, radikalisme Islam di Indonesia mulai bangkit ketika reformasi digulirkan pada 1998 yang lalu. Sejak saat itu, kelompok-kelompok Islam radikal bermunculan. Masing-masing menyeru agar umat Islam di Indonesia menegakkan syariat Islam. Oleh sebagian orang, mereka disebut dengan Islam fundamentalis.
Albert Hourani adalah salah seorang pengajar di Oxford�s Middle East Centre. Ia banyak mengkaji dan menulis tentang Timur Tengah. Ketika menulis Arabic Thought in the Liberal Age 1798 � 1939, ia menegaskan, dalam masyarakat Arab era liberal pernah muncul dan hidup selama beberapa waktu, sebelum kemudian tenggelam dan mengalami pertempuran sengit yang tak selesai-selesai sampai sekarang.
Pemikiran-pemikiran Islam yang liberal, menurutnya, didorong pertama kali pada tahun 1798. Tahun ini adalah tahun ketika pasukan Napoleon Bonaparte menginjakkan kaki di Mesir. Dunia Arab kemudian menyaksikan era liberal yang ditandai dengan berkembangnya respon yang positif terhadap kemajuan Barat. Indutrialisasi, rasionalisasi, dan modernisasi adalah pilar-pilar kehidupan Barat yang menjadi perhatian bersama sebagian besar orang-orang Arab. Bagi mereka, ketiga pilar itu penting untuk kehidupan manusia. 
Dalam semangat seperti itu, para pemikir muslim dan non-muslim bersama-sama mengadakan dialog secara bebas. Mereka tidak merasa khawatir untuk berlomba-lomba mengekspresikan secara bebas pemahaman mereka terhadap agama dan budaya di tengah-tengah masyarakat Arab. Berbagai wacana liberal silih berganti memenuhi tahun-tahun itu. Meski beberapa tokoh pemikir di antara mereka dikafirkan oleh tokoh-tokoh agama waktu itu, semangat kebebasan berpikir liberal tidak surut di antara mereka.
Era liberal seperti itu baru berakhir pada 1939. Selama rentang 1798 � 1939, era itu dihuni oleh tiga generasi pemikir. Generasi pertama muncul dan mewarnai pemikiran-pemikiran pada 1830 � 1870. Mereka berpikir untuk menjawab pertanyaan �Mengapa dunia Barat maju?� dan �Mengapa pula dunia Arab dan Islam mundur?�. Dari pertanyaan-pertanyaan itu, muncul beberapa pemikir yang mencoba memberi jawab. Di antara mereka yang terkenal adalah Rifa�ah Badawi Rafi� Ath-Thahthawi (1801 � 1873), Khairuddin Pasya At-Tunisi (1825 (?) � 1889), Faris Asy-Syidyaq (1804 � 1887) dan Butrus Al-Bustani (1819 � 1883).
Generasi kedua muncul pada rentang 1870 � 1900. Mereka mulai muncul dengan beberapa wacana yang lebih berani. Soal ketertinggalan Arab dan Islam dari Barat masih dibicarakan oleh generasi ini. Mereka juga memikirkan rasionalisme Barat yang perlu diterapkan dalam menjalankan Islam. Artinya, akal perlu dipakai untuk menafsirkan Al-Qur�an dan Hadits. Selain itu, wacana yang mulai muncul adalah masalah persamaan gender. Pada rentang waktu inilah, dibahas isu-isu emansipasi wanita di tengah-tengah masyarakat Arab pada umumnya dan masyarakat muslim secara khusus. Di antara pemikir-pemikir generasi kedua ini adalah Jamaluddin Al-Afghani (1839 � 1897), Muhammad Abduh (1848 � 1905), dan Qasim Amini (1865 � 1908).
Generasi ketiga merentang pada 1900 � 1939. Rentang ini adalah puncak era liberal di dunia Arab sekaligus menandai akhir era itu. Berbagai wacana liberal muncul dan dipikirkan. Namun, tema tentang kekhalifahan Islam (Apakah kekhalifahan Islam perlu bagi masyarakat Arab dan Islam?) adalah yang sering mendatangkan perdebatan sengit di antara mereka. Memasuki dasawarsa 1920-an, wacana mulai mengerucut menjadi wacana-wacana politis. Muncul isu-isu tentang nasionalisme, baik itu nasionalisme Arab, nasionalisme Turki atau bahkan nasionalisme Mesir. Keadaan ini kemudian diikuti wacana-wacana yang bersifat fundamental; mereka mulai meninggalkan upaya-upaya rasionalisasi dan modernisasi dalam beragama. Di antara tokoh-tokoh pemikir pada generasi ketiga adalah Muhammad Rasyid Ridha (1865 � 1935), Ali Abdurraziq (1888-1966), dan Thaha Husain (1889 � 1973).
Akhir generasi ketiga era liberal itu bukan berarti matinya pemikiran liberal dalam Islam selama-lamanya. Kemunculan gerakan Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jamaah Takfir wal Hijrah, dan juga negara Israel adalah beberapa sebab signifikan yang mendorong kebangkitan kembali pemikiran liberal di dunia Arab dan terkhusus lagi di tengah-tengah kaum muslimin di dunia. Tampil dengan corak yang lebih baru, era liberal yang kedua dimulai ketika negara-negara Arab kalah dalam Perang Tujuh Hari melawan Israel pada 1967.
Yang jelas, setelah kekalahan itu, muncul tulisan-tulisan dengan semangat yang sama ketika era liberal pertama berlangsung. Di antara nama terkenal yang membawa semangat ini adalah Zaki Najib Mahmud, Najib Mahfouz, Nawal el Sadawi, Hassan Hanafi, Muhammad Arkoun, Adonis, Nashr Hamid Abu Zaid, dan Khalid Abul Fadhl. Pemikiran-pemikiran mereka menyebar ke negara-negara Islam seperti Indonesia. Tulisan-tulisan mereka dikaji dalam diskusi-diskusi, bahkan kadang kala beberapa pemikir itu pun diundang untuk berbicara langsung.
Di Indonesia sendiri, menurut Ulil Abshar Abdalla, tradisi liberal sebenarnya sudah ada di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Sejak 1980-an, banyak isu-isu sensitif dalam Islam yang dipecahkan oleh NU dengan tidak biasa. Mulai dari Pancasila sebagai asas tunggal, bunga bank, bank konvensional, sampai ke isu insklusivisme Islam Indonesia. Wajar, jika citra NU sebagai organisasi Islam tradisionalis sudah lama, kiranya, harus ditinggalkan. Sejak 1970-an, mereka sudah dapat dikata mengisi posisi yang pernah ditempati Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) pada 1920-an dulu. Greg Burton, penulis biografi Gus Dur, malah yakin, posisi sebagai kelompok Islam konservatif sekarang ini justru dipegang oleh Muhammadiyah dan Persis. istilah Islam liberal sendiri muncul pertama kali waktu Greg Barton menyebut istilah itu dalam bukunya, Gagasan Islam Liberal di Indonesia. Islam liberal yang muncul dua tahun setelah itu, ternyata, mampu bertahan lama dan menjadi wadah diskusi yang aman antara mereka. Dari diskusi-diskusi yang terjadi, tergagaslah keinginan untuk membentuk suatu wadah yang bernama Jaringan Islam Liberal.
Seiring tahun-tahun yang berlalu, wadah yang dimaksud berkembang dan mendapat simpati dari banyak pihak di dalam dan luar negeri, baik dari kalangan muslim sendiri maupun kalangan non-muslim. Mereka memiliki kegiatan yang beragam. Diskusi-diskusi, penerjemahan dan penerbitan buku-buku. Mereka yang tergabung ke dalam Jaringan Islam Liberal pun banyak menuangkan pemikiran-pemikiran mereka ke berbagai media massa.
Meski Islam fundamentalis, yang pada masa Orde Baru sering disebut dengan kelompok ekstrem kanan, sudah ada sejak dulu, kemunculannya dua belas tahun belakangan ini memberi warna tersendiri dalam sejarah Islam di Indonesia

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konsep modernisasi dalam arti khusus yang di sepakati teoritisi modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan dalam tiga cara : historis, relatif, dan analisis yang pada intinya modernisasi adalah proses menuju kepada era yang lebih maju untuk mencapai standar kehidupan yang lebih baik. Arus modernisasi tentunya membawa berbagai paham ideologi. Salah satunya adalah ideologi liberal yang mengutamakan kebebasan dan mengutamakan hak setiap individu. Liberalisme di indonesia juga memengaruhi peradaban Islam di Indonesia. Salah satu bukti nyatanya adalah munculnya berbagai paham Islam fundamentalis di Indonesia. Munculnya Islam fundamentalis membawa dampak positif dan negatif. Salah satu dampak positif adalah keutamaan kebebasan dan hak individu namun memiliki dampak negatif yaitu lunturnya nilai-nilai toleransi, kegotong royongan maupun kekeluargaan. 
B. Saran 
Indonesia adalah negara dengan dominasi masyarakat muslimnya seharusnya mampu meminimalisir pengaruh liberal terhadap muslim sendiri agar tidak muncul paham islam radikal atau fundamentalis yang mampu menimbulkan perpecahan di Negeri ini. Jati diri Indonesia adalah pancasila bukan liberal.

DAFTAR PUSTAKA
szompka, piotr. 2002. Sosiologi prubahan sosial. Jakarta: prenada
Ishomuddin. 2002. Pengantar sosiologi agama. Jakarta Selatan: Ghalia Indonesia
Lev, daniel. 2002. Wajah Liberal Islam Di Indonesia. Jakarta: JIL



Tuesday, June 9, 2015

Studio Download dan Ide Kreatif Pembelajaran �Debat Berantai Untuk Menumbuhkan Sikap Kritis dan Minat Belajar Peserta Didik Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan�. Studio Musik

DEBAT BERANTAI UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP KRITIS DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Oleh :

Zaenul Stiyawan

Prodi Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, 

Universitas Negeri Semarang

Email: zaenulstiyawan@gmail.com



A. LATAR BELAKANG

Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus ada dan harus dilaksanakan sebagaimana telah diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003. Bahkan lebih dari itu, pada kurikulum 2013 mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dibebankan menjadi tiga jam pelajaran untuk setiap minggu efektifnya. Di dalam pendidikan kewarganegaraan, seorang guru tidak hanya dituntut untuk meningkatkan intelegensi peserta didik namun juga dituntut untuk bisa membentuk karakter dan moral peserta didik. Namun, dalam kenyataanya, ketertarikan siswa dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dinilai kurang dibanding dengan mata pelajaran yang di ujikan dalam ujian nasional dengan alasan mata pelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan dianggap kurang begitu penting bagi siswa dan tidak masuk dalam mata pelajaran ujian nasional. Ketertarikan peserta didik terhadap pendidikan kewarganegaraan memang dinilai sejumlah kalangan sangatlah memprihatinkan. Ataukah itu hanya sebuah ironi atau kewajaran semata. Pendidikan kewarganegaraan dianggap oleh peserta didik kurang menarik dan cenderung membosankan dimana pendidikan moral yang seharusnya dilakukan secara praktek namun kebanyakan hanya disampaikan secara teori saja dan bahkan hanya sebagai formalitas pengantar saja.

Tingkat ketertarikan peserta didik yang sangat kurang tersebut memang dapat dikatakan sebagai ironi diatas ironi. Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk membentuk karakter generasi muda menjadi cambuk yang membalikkan prediksi bahwa pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang dapat dikategorikan mati suri. Dapat hidup dalam suatu masa saja, dan dapat tenggelam dengan sendirinya tanpa bersusah payah meninggalkannya ataupun menghapusnya. Bahkan dapat dikatakan pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan hanyalah sebagai kiasan formalitas biasa tidak memikirkan apakah tujuan hakiki dari Pendidikan Kewarganegaraan tersebut dapat tercapai atau tidak. Hal tersebut menurut sejumlah kalangan disebabkan oleh tingkatan kreatifitas guru dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dinilai sangat monoton. Peserta didik cenderung pasif, hanya duduk, mendengarkan, mencatat, hingga akhirnya disuruh untuk mengisi lembar jawab pada lembar kerja siswa. Hal tersebut sangatlah hal yang membosankan bagi para peserta didik. Kejenuhan itu berlangsung terus menerus sehingga hakikat dari pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tersebut urung tercapai.

Pemecahan masalah yang menerapakan system kasuisme juga dinilai sangat kurang. Pemecahan masalah melalui metode kasuisme dimana merupakan usaha, cara, metode untuk menyelesaikan hal, perkara, soal etis dalam kasus-per kasus (A. Mangunharjana 1997:124). Seyogyanya metode ini merupakan metode yang paling efektif dan cocok dalam pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan yang lebih cenderung sebagai pendidikan pembentukan karakter. Retorika pembelajaran dari Pendidikan Kewarganegaraan juga cenderung kurang berkembang. Seorang peserta didik akan mempelajari tentang materi yang sama pada jenjang sebelumnya yaitu di jenjang sekolah menengah pertama. Walaupun hal tersebut dinilai sebagai upaya untuk memperdalam materi, namun menurut peserta didik hal tersebut dinilai menjadi titik utama kejenuhan. Apalagi ditambah dengan tuntutan dari guru untuk bisa menghafalkan materi tersebut, namun tidak adal implementasi langsung dari apa yang mereka hafalkan tersebut. Pembelajaran yang semacam itu akan sulit untuk membantu peserta didik membuka cakrawala ilmu baik itu yang berkaitan dengan politik, hukum dan moral karakter.

Setiap jenjang pendidikan pasti mempunyai rentang usia yang berbeda, dimana usia yang berbeda mempunyai daya pemahaman yang berbeda-beda. Sehingga sulit untuk disamakan dalam hal materi pembelajaran. Daya pemahaman seorang siswa sekolah menengah atas lebih mempunyai daya pemahaman yang sudah cukup matang, berbeda dengan siswa sekolah menengah pertama, dimana siswa tersebut akan mencerna pemahaman pembelajaran secara mentah-mentah tanpa berfikir secara mendalam dahulu. Apalagi dalam pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya mengajarkan tentang daya pikir saja tetapi juga pembelajaran moral dan teladan. Untuk itulah penulis memiliki Ide kreatif yaitu �Debat Berantai Untuk Menumbuhkan Sikap Kritis Peserta Didik Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan� yang sekiranya mampu untuk merangsang keaktifan dan minat siswa dalam mata pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah di sampaikan muncul rumusan masalah, di antaranya:

1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi minat Siswa terhadap mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan?

2. Bagaimana solusi untuk mengatasi kurangnya minat siswa dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan?

3. Bagaimana prosedur pelaksanaan debat berantai dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan?


C. IDE KREATIF

Thomas dan rohwer (Achmad Rifai 2012:116) menyebutkan beberapa prinsip efektif adalah Spesifikasi (spesification), Pembuatan (generativity), pemantauan (effective monitoring) kemujaraban personal (personal efficacy). Dari teori tersebut slavin menawarkan tiga strategi belajar yang di anggap effektif bagi siswa dalam menerima pembelajaran. Yaitu: a)membuat catatan; b) belajar kelompok; c) dengan metode P4QR. Ide kreatif penulis di dasari atas metode P4QR oleh slavin yaitu Preview, question, read, reflect on the material, recite, dan review. Dari prosedur yang telah di tawarkan oleh slavin, akan tercakup menjadi satu kesatuan dalam ide kreatif penulis yaitu dengan metode �Debat berantai� yang dianggap mampu menstimulus, mempermudah pemahaman siswa dalam pembelajaran, dan sekaligus mampu meningkatkan minat pembelajaran dalam mata pelajaran PKn. Debat berantai akan merangsang minat siswa untuk membaca, memahami materi, dan menuangkan pemahan dari materi yang dipelajarinya melalui argumen-argumen. Selain itu, metode debat berantai ini dianggap mampu menarik ketertarikan siswa dalam pembelajaran karena, setiap manusia pasti memilki kecenderungan untuk menunjukkan diri bahwa dia yang ter-�baik�. Artinya, dengan metode debat berantai ini siswa akan memiliki ruang untuk kritis dalam berpikir, berargumen serta menunjukkan diri bahwa dia atau kelompoknyalah yang lebih unggul. Dengan adanya motivasi untuk menjadi yang terbaik dalam debat berantai ketika didalam kelas, maka minat untuk memahami materi siswa akan meningkat. Untuk itulah metode ini dianggap mampu mengoptimalkan pemahan siswa serta mampu menumbuhkan sikap kritis siswa dalam pelajaran PKn.



D. TEORI PEMBELAJARAN EFEKTIF

Berkaitan mengenai metode pembelajaran, menurut Ahcmad Rifa�I RC dan Chatarina Tri Anni dalam bukunya �Psikologi Pendidikan� pembelajaran harus mengacu kedalam tiga teori pembelajaran yang harus dipenuhi agar dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri;

a. Teori Belajar Behaviotistik

Belajar merupakan proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksud dapat berwujud perilaku yang tampak (overt behavior) atau perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Perilaku yang tampak seperti menulis, menggambar sedangkan perilaku yang tidak tampak seperti berfikir, bernalar, dan berkhayal. Proses belajar pada diri individu dapat terjadi dengan berbagai cara. Kadang-kadang proses belajar tersebut dilakukan secara sengaja, sebagaimana ketika peserta didik memperoleh informasi yang disajikan oleh guru di dalam kelas, atau ketika individu membaca berbagai istilah di dalam buku. Kadang-kadang proses belajar itu juga dilakukan secara tidak sengaja, sebagaimana reaksi anak ketika melihat jarum suntik. Namun demikian aktivitas belajar manusia akan berlangsung terus menerus sepanjang waktu.

b. Teori Belajar Kognitif

Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada di luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal tersebut berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan hal tersebut, psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar dalam diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berfikir, yakni proses pengolahan informasi.

c. Teori belajar Humanistik

Hasil belajar dalam pandangan humanistic adalah kemampuan peserta didik mengambil tanggung jawab dalam menentukan apa yang dipelajari dan menjadi individu yang mampu mengarahkan diri sendiri (self-directing) dan mandiri (independent). Di samping itu pendekatan humanistic memandang pentingnya penekatanan pendidikan di bidang kreativitas, minat terhadap seni, dan hasrat ingin tahu. Oleh karena itu pendekatan humanistic kurang menekankan pada kurikulum standar, perencanaan pembelajaran, ujian, sertifikasi pendidik, dan kewajiban hadir di sekolah. Prinsip-prinsip dalam teori belajar humanistic adalah dua arah (Self-Direction), Belajar tentang cara-cara belajar (learning how to learn), evaluasi diri (Self-evaluation), Pentingnya perasaan (Importing of Feelings), bebas dari ancaman (Freedom of Threat).

Namun di sini penulis lebih cenderung menggunakan metode Humanistik, mengingat dalam debat berantai siswa akan merasa dirinya bebas berargumen namun tetap mengikuti sistem yang ada. Artinya belajar mengenai bagaimana menghargai pendapat orang lain untuk menjaga perasaan orang lain juga ada. Namun selain teori yang dijelaskan di atas, penulis menggunakan dasar yang paling dominan dan mendasari metode debat berantai ini adalah teori PQ4R.

Robinson (Achmad Rifa�i 2012:117) mengemukakan prosedur yang digunakan dalam metode ini adalah :

  • Preview, mensurvai atau membaca dengan cepat materi yang di baca untuk memperoleh gagasan utama dari pengorganisasian materi dan topik serta sub-topik. 
  • Question, membuat pertanyaan terhadap diri sendiri mengenai materi yang akan dibaca. Namun dalam pelaksanaan metode deba, pertanyaan yang dibuat adalah untuk teman belajar.
  • Read . membaca materi.
  • Reflect on the material, memahami dan membuat kebermaknaan informasi yang disajikan dengan cara: a) menguhubnugkan materi yang sudah dibaca dengan pengetahuan yang telah dimiliki; b) menghubungkan sub-topik di dalam bacaan dengan konsep atau prinsip yang penting; c) memecahkan materi yang kontradiktif; d) gunakan materi untuk memecahkan masalah yang disarankan oleh materi bacaan
  • Recite, praktik mengingat informasi dengan cara menyatakan secara lisan terhadap hal-hal penting, ajukan pertanyaan dan jawab sendiri.
  • Review, review secara aktif atas materi yang telah dipelajari, fokuskan pada pertanyaan yang telah dirumuskan dan baca kembali materi yang mendukung jawaban atas pertanyaan yang telah dirumuskan sendiri.

Penulis mendasarkan metodenya dari PQ4R karena menganggap bahwa metode ini sinkron dengan �Metode Debat Berantai� , dan akan terintegrasi di dalamn metode tersebut dan dirasa lebih efektif serta tidak membosankan.


1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan.

Setidak-tidaknya terdapat enam factor yang memiliki dampak substansial terhadap motivasi belajar perserta didik dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

  • Sikap merupakan kombinasi dari konsep dan informasi yang didapat oleh peserta didik, dan emosi yang dihasilkan didlam predisposisi untuk merespon orang, kelompok, gagasan, periswtiwa, atau obejek tertentu secara menyenangkan atau tidak menyenangkan. Misalnya dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, seorang peserta didik menceritakan pada teman lainnya bahwa guru yang mengampu PKn itu bersifat sombong dan galak. Sehingga peserta didik yang diberi tahu tersebut akan merasa cemas dan tidak tenang dalam proses pembelajaran tersebut.
  • Kebutuhan, merupakan kondisi yang dialami oleh individu sebagai kekuatan internal akan sesuatu. Semua orang merasakan kebutuhan yang tidak pernah berakhir. Kebutuhan mana yang dialami oleh peserta didik sekarng ini akan bergantung pada sejarah belajar individu, situasi sekarang, dan kebutuhan terakhir yang dipenuhi. Beberapa kebutuhan tampak lebih dominan dan berkesinambungan, sementara kebutuhan lainnya kurang dapat diprediksikan. Tidak ada teori psikologi yang mampu merumuskan daftar kebutuhan yang dapat diterima oleh teori psikologi. Kebanyakan kebutuhan betindak sebagai kekuatan internal yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan. Semakin kuat seseorang merasakan kebutuhan, semakin besar peluangnya untuk mengatasi perasaan yang menekankan di dalam memenuhi kebutuhannya.
  • Rangsangan, secara langsung membantu memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Apabila peserta didik tidak memperhatikan pembelajran, maka sedikit sekali belajar akan terjadi pada diri peserta didik tersebut.Setiap peserta didik memiliki keingianan untuk mempelajari materi pembelajaran. Namun apabila mereka tidak menermukan proses pembelajaran yang merangsang maka perhatiannya akan menurun. Pembelajaran yang tidak merangsang mengakibatkan peserta didik yang pada mulanya termotivasi untuk belajar pada akhirnya menjadi bosan terlibat dalam pembelajaran.
  • Afeksi, konsep berkaitan dengan pengalaman emosional kecemasan, kepedulian, dan pemilikan dari individu atau kelompok atau kelompok pada waktu belajar. Tidak ada kegiatan belajar yang terjadi di dalam kevakuman emosional. Perserta didik merasakan sesuatu saat belajar, dan emosi peserta didik tersebut dapat memotivasinya perilakunya kepada tujuan. Beberapa pakar psikologi menyatakan bahw emosi merupakan penggerak utama perilaku, dan banyak pakar psikologi menerima gagasan bahwa pikiran dan perasaan itu berinteraksi dan juga memandu pada perubahan waktu.
  • Kompetensi, apabila peserta didik mengetahui bahwa dia merasa mampu terhadap apa yang telah dipelajari, dia akan merasa percaya diri. Hal ini dating dari kesadara peserta didik bahwa dia secara intensional telah menguasai apa yang telah dipelajari berdasarkan pada kemampuan dan usahanya sendiri.Hubungan antara kompetensi dan kepercayaan diri adalah saling melengkapi. Kompetensi memberikan peluang pada kepercayaan diri untuk berkembang, dan memberikan dukungan emosional terhadap usaha tertentu dalam menguasai keterampilan dan pengetahuan baru. Perolehan kompeten dari belajar baru itu selanjutnya menunjang kepercayaan diri, yang selanjutnya dapat menjadi factor pendukung dan motivasi belajar yang lebih luas.
  • Penguatan, terdiri atas penguat positif dan penguat negative. Penguatan positif menggambarkan konsekuensi atas peristiwa itu sendiri. Peserta didik dalam belajar akan disertai dengan usaha yang lebih besar dan belajar lebih efektif apabila perilaku belajarnya diperkuat secara positif oleh pendidik. Penguat negative merupakan stimulus aversif ataupun peristiwa yang harus diganti atau dikurangi intensitasnya. Contohnya seorang guru mata pelajaran PKn harus memberikan dorngan yang positif tentang cara belajar siswanya.

E. PROSEDUR PELAKSANAAN DEBAT BERANTAI

Menurut Wikipedia, Debat merupakan kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri.

Debat akademik yaitu adu argumentasi mengenai analisis akademik menggunakan berbagai macam sudut pandang. Metode ini sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Di dalam metode debat, terdiri atas berbagai macam unsur dalam pelaksanaannya,

  • Berlatih bekerja sama, metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
  • Pembelajaran berfokus pada masalah, memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
  • Metode role playing, suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan

Pelaksanaan metode debat berantai


  • Guru menerangkan secara singkat, substansi dan intisari beserta tujuan materi pembelajaran sesuai dengan rencan program pembelajaran.
  • Guru membagi kelompok kecil dari satu kelas, dimana setiap kelompok mempunyai coordinator kelompok.
  • Guru membagi beberapa kelompok menjadi kelompok pro dan kontra.
  • Pelaksanaan debat, guru sebagai panelis penengah.
  • Dalam waktu yang telah ditentukan, setiap anggota kelompok maju satu per satu beradu argumen dengan kelompok lainnya.
  • Dengan metode semacam itu semua anggota kelompok dituntut untuk menguasai materi pembelajaran.


Skema Pelaksanaan Debat berantai



Kelebihan metode ini;
  • Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
  • Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
  • Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
  •  Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
  • Siswa akan lebih mendalami materi yang disampaiakan, karena seperti diketahui materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memerlukan pemahaman yang ekstra

Kelemahan metode ini adalah :

  • Membutuhkan waktu yang cukup banyak,
  • Waktu pengumpulan data yang valid cukup menyita waktu

F. SIMPULAN

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang berada disekolah yang mempunyai tujuan bukan hanya untuk meningkatkan intelegensia peserta didik namun juga bertujuan untuk membentuk dan membina generasi muda yang mempunyai karakter dan pribadi yang baik serta mempunyai rasa cinta tanah air yang tinggi. Namun, kurangnya minat peserta pendidik dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan hambatan bagi guru dalam membentuk karakter siswa. Untuk itu perlu diperlukan suatu metode pembelajaran yang cocok agar para peserta didik dapat tertarik dan mampu menyerap materi pembelajaran yang disediakan. Salah satu metode yang paling tepat untuk digunakan ialah metode debat berantai.dengan prosedur pelaksanaan yang tepat maka metode ini di anggap efektif untuk meningkatkan



Daftar Pustaka

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu

Mangunhardjana, A. 1997. Isme-Isme Dalam Etika dari A sampai Z. Yogyakarta: Kanisius

Munib, Achmad. 2012. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang : UPT UNNES Press

RC, Achmad Rifai dan Anni, Chatarina Tri. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang : UPT UNNES Press

Haryono. 2009. Model-Model Pembelajaran http://haryono.10182.wordpress.com/tag/metode-debat/ (Diakses pada tanggal 29 september 2014)

Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Debat
Studio Download dan Makalah Budaya Pacaran Di Kampus Dalam Pandangan Pendidikan Kewarganegaraan. Studio Musik

Studio Download dan Makalah Budaya Pacaran Di Kampus Dalam Pandangan Pendidikan Kewarganegaraan. Studio Musik

MAKALAH
BUDAYA PACARAN DI KAMPUS DALAM PANDANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu:

- Drs. Setiajid, M.Si.

- Iwan Hardi Sapuro, S.Pd



Oleh :

1) Muh Ikhlasul Amal (3201413011)

2) Leila Febriani (3301413067)

3) Muh Ari Wibowo (3301413078)

4) Firdha Indriani (3401413030)

5) Indah Nur K (3401413053)



UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada jaman sekarang, kata �Pacaran� sudah tidak asing bagi anak muda sekarang, baik yang masih status pelajar sampai mahasiswa, Pacaran kini sudah menjadi budaya kaum muda jaman sekarang, jika tidak mengikuti tren masa kini (misalnya Pacaran), bisa dibilang tidak gaul atau kudet (kurang update) atau yang tidak punya pacar atau jomblo, dibilang tidak laku. Sebagaimana yang telah kita ketahui istilah pacaran ini dulu sangatlah asing dan tak dikenal oleh para remaja seperti sekarang ini, namun pada dewasanya pacaran sudah merebak bak jamur di musim penghujan baik itu dalam lingkup kota maupun desa pada kalangan remaja di abad ini. Para remaja ini seolah membuat suatu tradisi kebudayaan baru yang dalam hal ini mengusung pacaran sebagai suatu budaya pada masanya. Sebenarnya mungkin itu adalah sautu kewajaran yang biasa dalam pergaulan remaja kini bahkan pacaran ini sekarang dianggap sebagai suatu kewajiban dalam prosesi pergaulan mereka. Padahal ketika dahulu prosesi pacaran ini tidaklah ada bahkan khususnya di Indonesia, pacaran itu dianggap sebagai suatu hal yang dianggap tabu dan bahkan sangat dilarang karena tidak sejalan dengan nilai dan norma khususnya dalam pandangan agama yang pada saat itu sifatnya sangat mengikat kuat terhadap masyarakat.

Lalu kenapa pacaran sekarang seolah menjadi tradisi yang sudah tak mungkin lepas dari kehidupan remaja? Sebelum membahas hal tersebut, kebudayaan sebagaimana yang telah kita ketahui adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa manusia atau dalam pengertian lain, yakni berupa keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. sedangkan pacaran menurut para remaja sendiri adalah suatu ikatan perasaan cinta dan kasih antara dua individu yakni lelaki dan perempuan untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat yang pada esensinya untuk saling mengena lebi jauh untuk menuju proses upacara sacral (menikah) atau untuk mencari pasangan hidup yang dianggap cocok. Maka dari pendefinisian itulah pacaran dinggap sebagi salah satu budaya masyarakat khususnya remaja karena merupakan hasil ide, gagasan, dan aktivitas tingkah laku keseharian mereka.

Sehingga pada efeknya sekarang banyak para remaja menganggap bahwa pacaran merupakan suatu hal yang wajib sebagai jalan mendapat jodoh. Pada awalnya pacaran ini merupakan seperti yang telah dikemukakan diatas sebagai prosesi mengenal satu sama lain dengan cara mengikat dan menyatakan hubungan mereka kedalam bentuk yang bisa dikatakan formal agar dapat mengenal secara intim. Namun pada perkembangannya pacaran disini seolah menjadi mode, bila seorang belum pernah pacaran bisa dikatakan ketinggalan zaman. Hal seperti itulah kiranya yang membuat remaja membangun persepsi wajibnya pacaran bagi kalangan mereka.

Kegiatan pacaran ini sebenarnya implikasi dari rasa kebutuhan seseorang atau lebih karena kekurangan mereka dalam mendapat perhatian dan pengertian sebagai makhluk sosial, sehingga timbulah suatu kekuatan atau dorongan alasan yang menyebabkan orang tersebut bertindak untuk memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini pacaran Adapun pada dasarnya sekarang motif sosiogenetis yang asalnya hanya menekankan pada individu untuk ingin dimengerti orang banyak menjadi ingin diakuinya individu pada daerah tersebut. Sebagai contohnya hari ini seseorang akan merasa dirinya minder terhadap orang lain yang mempunyai pasangan (pacar) sedangkan ia tidak. Sehingga dapat di gambarkan sebagai berikut: Kebutuhan Motive Bersosial Pengakuan sosial Pacaran Sehingga pada penilaian diatas lingkungan sosial sudah barang tentu sangat mempengaruhi seseorang. Terkait masalah lingkungan sosial yang terjadi, ternyata pacaran sendiri sebenarnya sudah diperkenalkan kepada para remaja antara lain karena pengaruh keluarga khususnya keluarga perkotaan. Dimana sebagian orang tua menganggap jika ingin mendapatkan pasangan hidup yang cocok baiknya harus saling mengenal secara lebih intim lebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifatnya seperti apa, apakah akan sejalan dan cocok ataukah tidak dengan menggunakan pacaran sebagai jembatan prosesi tersebut. Akibatnya sekarang dengan adanya dorongan itupun pacaran akhirnya berkembang dari suatu budaya menjadi sebuah tradisi. Budaya pacaran ini pada masyarakat Indonesia dulu tidak terlalu berkembang melesat seperti sekarang.

Salah satu hal yang menjadikan budaya pacaran ini menjadi tradisi adalah pada khalayak remaja adalah tak lain karena pengaruh media teknologi abad sekarang yang selama ini serta merta menyoroti kegiatan-kegiatan remaja yang di dalamnya lebih banyak terfokus kepada pacaran tersebut. Sehingga pada efeknya melalui media para remaja menganggap pacaran sebagai tren atau mode berbudaya pada abad ini. Awalnya pacaran tidak semudah itu merangsek masuk kedalam culture masyarakat Indonesia karena dianggap tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat khususnya umat beragama Islam. Akan tetapi pacaran yang sebelumnya orang menganggap sebagai sosiopatik atau sakit secara sosial karena menyimpang terhadap norma, sekarang perlahan melumer dan berakulturasi dengan budaya lingkungan sekitar yang karena pengaruhnya ini dibantu oleh media sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi pada masyarakat modern yang dimana amalgamasi (sambungan, campuran, keluluhan) yang kompleks terjadi dan menghasilkan pacaran sebagai sebuah tradisi kebudayaan pada para remaja khususnya pada perkotaan. Maka dalam hal ini penulis menganggap bahwa pacaran juga merupakan tingkah laku yang dahulu dianggap menyimpang terhadap norma, yang kemudian sejatinya sekarang menjadi meluas pada masyarakat sehingga berlangsunglah deviasi situasional yang kumulatif.

Akan tetapi sebenarnya pacaran tidaklah terlalu menyimpang terlalu jauh selama para remaja masih bisa memegang teguh terhadap nilai budaya masyarakat yang ada. Sebagai kesimpulan akhir penulis berpendapat bahwa pacaran pada buktinya menyatakan adanya inter-dependensi (saling ketergantungan) atau ada ketergantungan-organik diantara disorganisasi social dan pribadi sehingga mempengaruhi kebudayaan sebelumnya pada kebudayaan sekarang dengan mengaitkan pacaran sebagai budaya dan tradisi kontemporer. Pacaran ini pun pada esensinya sangat dipengaruhi oleh media sebagai hasil teknologi yang menyebabkan proses asimilasi menjadi begitu mudah karena lingkup asimilasi kini menjangkau pada ideologi dan budaya setiap individu dengan kemungkinan waktu bersamaan secara kumlatif atau menyeluruh, sehingga terjadilah anggapan ataupun pandangan masyarakat khususnya remaja mengenai pacaran sebagai prosesi kehidupan yang harus dicoba dan dilalui

B. Rumusan Masalah
1. Definisi Pacaran

2. Budaya Pacaran di kampus

3. Dampak positif dan negatif budaya pacaran

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah

1. Agar mahasiswa memahami definisi pacaran

2. Agar mahasiswa memahami bagaimana budaya pacaran di kampus

3. Agara mahasiswa memahami dampak positif dan negatif dari budaya pacaran


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi yang dibakukan di buku KBBI, kamus resmi bahasa. Buku PIA mengungkap: �Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; [atau] berkasih-kasihan [dengan sang pacar]. Memacariadalah mengencani; [atau] menjadikan dia sebagai pacar.� (PIA: 19) �Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.� (PIA: 20). Jika definisi-definisi baku tersebut kita satukan, maka rumusannya bisa terbaca dengan sangat jelas sebagai berikut: Pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan (antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama) dengan kekasih atau teman lain-jenis yang tetap (yang hubungannya berdasarkan cinta-kasih). Singkatnya, pacaran adalah bercintaan dengan kekasih-tetap.

Dating, courtship, atau lebih dikenal dengan istilah pacaran merupakan hal yang normal dialami pada masa remaja (Papalia,2004). pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Sebagian besar remaja dipastikan akan mengalami fase dimana mereka akan membina hubungan cinta dengan lawan jenisnya. Beberapa orang bahkan akan mengalami hubungan pacaran lebih dari satu kali. Pacaran dapat diartikan sebagai hubungan antara dua individu yang membuat kesepakatan bersama yang terdiri dari komitmen, intimacy, dan passion, hubungan pacaran merupakan dasar dari perjalanan menuju jenjang pernikahan (Stenberg,1998). Tujuan dari pacaran itu sendiri adalah untuk menemukan dan mencari pasangan yang benar-benar tepat untuk dirinya dan kelak akan menjadi pasangan hidupnya (Dusek,1996).

Awal dari pacaran bermula ketika remaja masuk dalam tahap pubertas. Istilah pubertas berasal dari bahasa latin yang artinya rambut. Pubertas adalah munculnya rambut didaerah genetalia.Bila dilihat dari sudut pandang biologis. Pubertas diawali dengan adanya tanda-tanda kelamin sekunder yang akan membedakan remaja putra dan remaja putri. Menurut Cole dalamWarkitri dan kawan-kawan (2002:21), tanda-tanda tersebut adalah:

1) Tumbuh rambut dibeberapa tempat.

2) Pada anak putra tumbuh jakun, sedangkan putri tumbuh buah dada.

3) Suara pada anak putra merendah, sedangkan anak putri meninggi.

4) Pada anak putra bahu, dada bidang, sedangkan putri adalah pinggul.

5) Otot pada anak putra kelihatan besar.

6) Mulai berfungsi kelenjar keringat

Definisi pacaran yang sebenar-benarnya adalah �persiapan menikah�. Mengingat bahwa menikah merupakan langkah besar dalam kehidupan, kita pada umumnya takkan mungkin siap nikah tanpa mempersiapkannya.

Bila ditinjau secara umum remaja jatuh cinta kepada lawan jenis karena beberapa hal antara lain:

a. karakter

b. fisik

c. agama

d. harta

e. perhatian yang diberikan

Kelley dalam Burhan Shadiq( 2004 : 59 ) membagi cinta menjadi tiga macam yaitu :

a. Cinta nafsu

Cinta jenis ini cenderumg tak terkontrol karena hubungan antara dua orang yang dikuasai oleh emosi.

b. Cinta pragmatis

Cinta jenis ini cenderung dapat mengontrol perasaan

c. Cinta atruistik

Cinta yang disertai kasih sayang yang tak terbatas. Misalnya cinta seorang ibu kepada anaknya

Dalam menjalin hubungan pacaran, terpadat fungsi & pengharapan yang ingin diperoleh oleh individu yang menjalaninnya. Fungsi utama dari pacaran adalah untuk mengembangkan hubungan interpersonal individu pada hubungan heteroseksual bahkan pernikahan. Namun adapula fungsi yang mungkin tidak disadari oleh individu dalam berpacaran yaitu menambah kemampuan interpersonal untuk belajar menghormati satu sama lain.. Pengalaman pacaran dapat menghasilkan pengetahuan baru mengenai apa yang bisa dan apa yang tidak bisa diterima bagi lawan jenisnya. Melalui hubungan pacaran individu juga memiliki pengharapan tersendiri akan pemuasan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan afeksi, mendapat dukungan, serta rasa saling menghargai & menyayangi satu sama lain. Namun tidak semua perharapan tersebut dapat diperoleh dalam menjalin hubungan pacaran. Seiring berjalannya waktu, masalah akan datang dan menyebabkan konflik.

Namun dalam masyarakat terdapat sebuah norma dan nilai yang berlaku. Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya. Dari sudut pandang umum sampai seberapa jauh tekanan norma diberlakukan oleh masyarakat,norma dapat di bedakan menjadi 5 yaitu,Norma sosial,Norma hukum,Norma sopan santun,Norma agama,dan Norma moral ke limanya(5) ini sangat bermakna dalam kehidupan kita sehari�hari,dan juga berperan penting dalam mengatur segala sesuatu perundan�undangan di indonesia.Khususnya hukum di Indonesia. Sedangkan nilai menurut Nietzsche, nilai yang dimaksudkan adalah tingkat atau derajat yang diinginkan oleh manusia. Nilai, yang merupakan tujuan dari kehendak manusia yang benar, sering ditata menurut susunan tingkatannya yang dimulai dari bawah, yaitu : nilai hedonis (kenikmatan), nilai utilitaris (kegunaan), nilai biologis (kemuliaan), nilai diri estetis (keindahan, kecantikan), nilai-nilai pribadi (susial, baik), dan yang paling atas adalah nilai religius (kesucian). Hal ini menunjukan bahwa Pacaran harus sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.


BAB III

PEMBAHASAN

Pacaran adalah sebuah kegiatan yang dulunya dianggap tabu namun sekarang predikat kewajaran dan keharusan, dimana terjadinya pengenalan lebih mendalam antara kaum adam dan kaum hawa. Hal tersebut dapat menjadi sebuah kewajaran karena sudah dilakukan secara berulang-ulang dan dilakukan secara konsisten.

A. Tahapan Pacaran

1) Tahap ketertarikan

Dalam tahap ini tantangannya ialah bagaimana mendapatkan kesempatan untuk menyatakan ketertarikan dan menilai orang lain. Munculnya ketertarikan kita sama dia, misalnya, karena penampilan fisik (dia cakep/cantik, tinggi), kemampuan (pintar), karakteristik atau sifat misalnya sabar, keren, dan lain-lain. Menurut para ahli, umumnya laki laki pada pandangan pertama lebih tertarik pada penampilan fisik.Sedangkan perempuan lebih karena karakteristik atau kemampuan yang dimiliki laki laki.

2) Tahap ketidakpastian

Pada masa ini sedang terjadi peralihan dari rasa tertarik ke arah rasa tidak pasti. Maksudnya, kita mulai bertanya-tanya apakah dia benar-benar tertarik sama kita atau sebaliknya apakah kita benar-benar tertarik sama dia. Pada tahap ini kita mendadak ragu apakah mau melanjutkan hubungan atau tidak. Kalau kita tidak mampu memahami tahapan ini, kita akan mudah berpindah dari satu orang ke orang lainnya.

3) Tahap komitmen dan keterikatan

Pada tahap ini yang timbul adalah keinginan kita kencan dengan seseorang secara eksklusif. Kita menginginkan kesempatan memberi dan menerima cinta dalam suatu hubungan yang khusus tanpa harus bersaing dengan orang lain. Kita juga ingin lebih rileks dan punya banyak waktu untuk dilewatkan bersamanya.Seluruh energi digunakan untuk menciptakan saling cinta dan hubungan yang harmonis.

4) Tahap keintiman

Dalam tahap ini mulai dirasakan keintiman yang sebenarnya, merasa lebih rileks untuk berbagi lebih mendalam dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan merupakan kesempatan untuk lebih mengungkapkan diri kita.Tantangannya adalah menghadapi sisi yang kurang baik dari diri kita. Tanpa pemahaman yang baik bahwa laki laki dan perempuan mempunyai reaksi yang berbeda terhadap keintiman, kita akan mudah mengambil kesimpulan yang salah bahwa terlalu banyak perbedaan antara kita dan dia untuk melanjutkan hubungan.

Dari beberapa tahap diatas, seorang insan yang tengah dimabuk asmara akan merasa mendapatkan sebuah kecocokan dan pada akhirnya akan memutuskan akan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu sebuah acara yang disebut dengan mahligai pernikahan.

B. Budaya pacaran oleh mahasiswa

Mahasiswa merupakan generasi intelek yang dianggap sebagai punggung pembangunan bangsa.Mahasiswa diharapkan mampu untuk dapat memikul tugas itu secara bersama-sama tanpa ada perasaan untuk mendapatkan rasa imbalan ataupun tanda jasa.Namun, yang terjadi dewasa ini, jika kita lihat dengan seksama mahasiswa dalam keseharian rutinnya berkuliah mulai tergeserkan dengan budaya pacaran. Mahasiswa seolah-olah tengah berada pada situasi yang sangat sempurna, mereka telah menginjak masa dimana para pemuda tengah di mabuk asmara. Rasa ingin tahu dan lebih serius dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis telah menghigapi gelagak para mahasiswa.

Namun yang sangat disayangkan, para mahasiswa seolah-olah lupa dengan tugas dan kewajiban utamanya, yaitu menuntut ilmu setinggi mungkin di bangku perkuliahan.Memang benar bahwa pacaran itu memiliki dampak positif juga bagi para mahasiswa, seperti sebagai penyemangat dalam perkuliahan dan kegiatan lainnya. Namun tak sedikit pula yang terlena dengan gejolak asmara yang membabi buta. Dalam hal perkuliahan semangat mereka mulai kendor dengan dalih mereka tengah berada pada titik kejenuhan.Namun setelah diselidiki ternyata mereka �malas� dalam kuliah hanya untuk pacaran saja.Memang sungguh ironis memang ketika mahasiswa sebagai genarasi yang intelek dan mempunyai pikiran yang jangkauannya luas namun terjebak dengan rasa yang sebagian dikuasai oleh nafsu yaitu pacaran.

Tapi jangan dlupakan dampak postitif dari pacaran itu sendiri bagi seorang mahasiswa.Bagi sebagian besar mahasiswa yang mempunyai pikiran yang luas untuk kedepannya, mereka tetap dapat menjaga konsistensi dan perkembangan dalam kuliah.Mereka beranggapan bahwa pacaran itu ialah tuntutan hati dan sebuah kewajaran bila mana seseorang bertatapan dengan lawan jenis yang menimbulkan rasa tertarik. Mahasiswa yang mempunyai pikiran tersebut, dapat seolah-olah pacar tersebut dijadikan efek penyemangat dalam meniti perkuliahan hingga akhirnya lulus menjadi seorang sarjana. Dan yang pasti mahasiswa yang seperti ini tidak akan pernah lupa pada tanggung jawabnya kepada orang tuan yakni untuk berkuliah dengan sungguuh-sungguh dan hingga akhirnya dapat membahagiakan orang tua.

C. Budaya pacaran dalam perspektif Pendidikan kewarganegaraan

Di dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, memang tidak dimasukkan dalam pembelajarannya.Namun jika kita analisis lebih jauh, Pacaran dalam Pendidikan Kewarganegaraan memang tidak ada larangan untuk membina sebuah tali kasih dan sayang antar sesame manusia.Rasa untuk mencurahkan kasih dan saying kepada seseorang pribadi itu merupakan hak yang dapat dikategorikan Hak Asasi Manusia, dimana hak tersebut melekat pada diri pribadi sejak lahir dan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Diatur lebih lanjut dalam ideologi bangsa Indonesia sebagai consensus bersama, dimana manusia Indonesia harus saling horma-menghormati satu sama lain mengenai hak dan kewajibannya. Jika kita menilik pada pengertian Pacaran, yaitu sebagai tahap pengenalan lebih jauh antar pasangan, maka ini relevan dengan apa yang diatur dalam konstitusi UUD 1945 pasal 28B ayat 1 yang berbunyi �Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan�. Kita focus pada dalil �setiap orang berhak membentuk keluarga�, kita dapat menganalisis dalam membentuk sebuah keluarga memerlukan tahapan seperti tahap perkenalan untuk mengenal satu sama lain antar pasangan, dan tahap kejenjang yang lebih serius.

Dalam pandangan Pendidikan Kewarganegaraan juga tidak diatur mengenai kepada siapa berpasangan, baik itu kepada sesama umat beragama maupun beda agama.

Namun yang perlu diingat bahwa Indonesia dalam melaksanakan hak dan kewajibannya menerapkan margin of appreciation.Hak seoarang warga Negara Indonesia tidak dilaksanakan secara universal atau tak terbatas, tetapi ada hal yang membatasi hak seorang warga Negara Indonesia, yaitu hak tersebut dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan filsafat ideology dan kepribadian bangsa Indonesia.

Dari uraian diatas, Pacaran dalam Pendidikan Kewarganegaraan itu tidak dilarang karena merupakan Hak setiap warga Negara.Namun dalam pelakasanaan pacaran tersebut harus tetap menjaga dan menghormati kebiasaan dan pribadi bangsa Indonesia. Jangan samakan antara Pacaran di Indonesia dengan di Negara lain. Di Negara lain dalam berpacaran dapat dibebaskan sebebas-bebasnya karena mereka mengakui hak warga negaranya secara penuh dan Negara dilarang untuk ikut campur dalam masalah hak pribadi warga negaranya. Beda di Indonesia,dimana di daerah hidup pandangan hidup dan kebiasaan yang harus dihormati dan dilaksanakan.

Bagi seorang mahasiswa, dari uraian diatas bahwa pacaran adalah hak setiap warga Negara termasuk mahasiswa. Namun dalam pacaran harus menjaga dan mentaati norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat seperti norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum.

D. Tips Pacaran Yang Sehat

Pacaran yang sehat dapat diartikan pacaran yang tidak menghilangkan esensi pokoknya yaitu rasa kasih saying tetapi juga tidak melanggar norma-norma yang berada dalam masyarakat.Berikut tips pacaran yang sehat yang dapat kami himpun sebagai berikut;

1) Perbaiki niat

Pacaran pada hakikinya adalah tahap pengenalan pasanganhingga akhirnya bertumpu pada mahligai yang lebih serius.Jangan gunakan pacaran hanya sebagai pelampiasan nafsu atau hanya tuntutan perkembangan zaman.

2) Perkuat pengetahuan tentang agama

Agama merupakan filterisasi yang paling ampuh.Setiap orang yang beragama pasti sudah mebaiat bahwa agama itu selalu benar.Jadi pacaran yang tidak sesuai dan melanggar perintah agama adalah pacaran yang tidak sehat.

3) Hargai norma-norma yang berlaku

Masyarakat Indonesia yang dikenal mempunyai norma dan kepribadian adi luhung yang masih sangat dipegang teguh oleh masyarakatnya. Jangan sampai dalam pacaran melanggar norma yang ada dalam masyarakat baik itu norma kesusilaan dan norma kesopanan. Contohnya jangan bertemu pasangan di waktu malam, berpakaian yang sopan.

4) Jadikanlah pasangan sebagai penyemangat

Dalam dunia kampus yang penuh tekanan, baik itu tekanan akademik maupun tekanan lainnya, pasti mahasiswa membutuhkan penyemangat.Selain orang tua, orang yang paling dekat dan paling tahu tentang diri pribadi adalah penyemangat yang paling manjur.

5) Buatlah sebuah perjanjian

Dalam sebuah hubungan, buatlah sebuah kesepakatan bahwa dalam masa pacaran harus dilaksanakan secara sehat dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku.


BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Pacaran adalah sebuah kegiatan yang dulunya dianggap tabu namun sekarang predikat kewajaran dan keharusan, dimana terjadinya pengenalan lebih mendalam antara kaum adam dan kaum hawa. Tak terkecuali dengan mahasiswa.Jika ditinjau dari pandangan Pendidikan Kewarganegaraan Pacaran dalam Pendidikan Kewarganegaraan itu tidak dilarang karena merupakan Hak setiap warga Negara.Namun dalam pelakasanaan pacaran tersebut harus tetap menjaga dan menghormati kebiasaan dan pribadi bangsa Indonesia.

B. Saran

- Sebagai seorang mahasiswa yang dikenal dengan generasi yang intelek, dalam memandang sesuatu itu haruslah dengan luas, termasuk dalam hal asmara. Mahasiswa harus mengetahui bagaimana hubungan yang sehat itu dimana tidak melanggar norma-norma yang ada dalam masyarakat.

- Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, maka perlu diadakan kajian lebih mendalam untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Fatimah Nisa. 2014. Budaya Pacaran dikalangan Mahawiswa dan pandangan Islam terhadap pacaran. Makalah mahasiswa jurusan Ekonomi syariah, Universitas Surya Kencana

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu

Undang-Undang Dasar 1945. 2010. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Yogyakarta: Graha Pustaka

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/05/18/-alasan-anak-muda-menghalalkan-budaya-pacaran-561269.html (Di akses pada tanggal 29 Oktober 2014)